Senin, 10 Juni 2013

Filosofi Haji dan Umroh


TUNTUNAN UMRAH DAN HAJI


Akan tetapi Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat yang mampu, terutama kaum Anshar (pribumi Madinah) yang tidak dikenali oleh orang-orang Makkah, untuk menunaikan ibadah haji yang sesuai dengan manasik Nabi Ibrahim dan tidak mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan penyembahan berhala. Ketika kembali dari berhaji, orang-orang Anshar ini melapor kepada Rasulullah bahwa mereka mengerjakan sa'i dengan keraguan sebab di tengah mas`a (jalur sa`i) antara Safa dan Marwah terdapat dua berhala besar Asaf dan Na'ilah. Oleh karena itu, turunlah wahyu Allah, yaitu Al-Baqarah 158: Inna sh-shafa wa l-marwata min sya`a'iri l-Lah. Fa man hajja l-baita aw i`tamara fa la junaha `alayhi an yaththawwafa bi hima. Wa man tathawwa`a khairan fa inna l-Laha syakirun `alim ('Sesungguhnya Safa dan Marwah sebagian dari syi`ar-syi`ar Allah. Maka barangsiapa berhaji ke Baitullah atau berkunjung (umrah), tidak salah baginya untuk bolak-balik pada keduanya. Dan barangsiapa menambah kebaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pembalas Syukur lagi Maha Mengetahui'). Ayat ini kelak sering dibaca oleh para jemaah haji ketika melakukan sa`i.

Pada bulan April 628 (Dzulqa`dah 6 Hijri) Rasulullah saw. bermimpi menunaikan umrah (kunjungan) ke Makkah dan mengajak para sahabat untuk mewujudkan mimpi tersebut. Rasulullah pun dengan disertai 1.500 sahabat berangkat menuju Makkah, mengenakan pakaian ihram dan membawa hewan-hewan qurban. Kaum musyrikin Quraisy mengerahkan pasukan untuk menghalang-halangi sehingga rombongan dari Madinah tertahan di Hudaibiyah, 20 km di sebelah barat laut Makkah.

Kaum Quraisy mengutus Suhail ibn Amr untuk berunding dengan Rasulullah. Suhail mengusulkan, antara lain, kesepakatan genjatan senjata dan kaum Muslimin harus menunda umrah dengan kembali ke Madinah, tetapi tahun depan diberikan kebebasan melakukan umrah dan tinggal selama tiga hari di Makkah. Rasulullah menyetujui perjanjian ini meskipun para sahabat banyak yang kecewa, namun tidak ada yang berani menentang keputusan Junjungan mereka.

Sepintas lalu isi perjanjian kelihatannya merugikan kaum Muslimin, tetapi secara politis sangat menguntungkan. "Perjanjian Hudaibiyah" merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah Islam sebab untuk pertama kalinya kaum Quraisy di Makkah mengakui kedaulatan kaum Muslimin di Madinah. Dalam perjalanan pulang ke Madinah, turunlah wahyu Allah dalam Al-Fath 27: "Sungguh Allah akan memenuhi mimpi rasul-Nya dengan sebenar-benarnya, bahwa kamu pasti akan memasuki Masjid al-Haram insya Allah dengan aman. Kamu akan mencukur kepalamu atau menggunting rambut (merampungkan umrah) dengan tidak merasa takut. Dia mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan Dia menjadikan selain itu kemenangan yang dekat".

Sesuai dengan Perjanjian Hudaibiyah, tahun berikutnya (Maret 629 atau Dzulqa`dah 7 Hijri) Rasulullah saw. beserta para sahabat untuk pertama kalinya melakukan umrah ke Baitullah. Ketika rombongan Nabi yang berjumlah sekira 2.000 orang memasuki pelataran Kakbah untuk melakukan tawaf, orang-orang Makkah berkumpul menonton di bukit Qubais dengan berteriak-teriak bahwa kaum Muslimin kelihatan letih dan pasti tidak kuat berkeliling tujuh putaran. Mendengar ejekan ini, Rasulullah bersabda kepada jemaahnya, "Marilah kita tunjukkan kepada mereka bahwa kita kuat. Bahu kanan kita terbuka dari kain ihram, dan kita lakukan thawaf dengan berlari!"

Sesudah mencium Hajar Aswad, Rasulullah saw. dan para sahabat memulai tawaf dengan berlari-lari mengelilingi Kakbah sehingga para pengejek akhirnya bubar. Pada putaran keempat setelah orang-orang usil di atas bukit Qubais pergi, Rasulullah mengajak para sahabat berhenti berlari dan berjalan seperti biasa. Inilah latar belakang beberapa sunah tawaf di kemudian hari: bahu kanan yang terbuka (idhthiba') serta berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama khusus pada tawaf yang pertama.

Selesai tujuh putaran, Rasulullah saw. salat dua rakaat di Maqam Ibrahim, kemudian minum air Zamzam. Sesudah itu Rasulullah me-lakukan sa`i antara Safa dan Marwah, dan akhirnya melakukan tahallul ('menghalalkan kembali') atau membebaskan diri dari larangan-larangan ihram, dengan menyuruh Khirasy mencukur kepala beliau. Ketika masuk waktu duhur, Rasulullah saw. menyuruh Bilal ibn Rabah naik ke atap Kakbah untuk mengumandangkan azan.

Suara azan Bilal menggema ke segenap penjuru sehingga orang-orang Makkah berkumpul ke arah "suara aneh" yang baru pertama kali mereka dengar. Kaum musyrikin menyaksikan betapa rapinya saf-saf kaum Muslimin yang sedang salat berjamaah. Hari itu, 17 Dzulqa`dah 7 Hijri (17 Maret 629), untuk pertama kalinya azan berkumandang di Makkah dan Nabi Muhammad s.a.w. menjadi imam salat di depan Kakbah!

SESUAI dengan isi Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah saw. dan para sahabat hanya tiga hari berada di Makkah, kemudian kembali ke Madinah. Akan tetapi, kegiatan Muslimin di Makkah menimbulkan kesan yang mendalam bagi orang-orang Quraisy. Tiga orang terkemuka Quraisy, yaitu Khalid ibn Walid, Amru ibn Ash, dan Utsman ibn Thalhah, menyusul ke Madinah untuk mengucapkan Kalimat Syahadat. Di kemudian hari, pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Khattab (634-644), Khalid ibn Walid memimpin pasukan Islam membebaskan Suriah dan Palestina serta Amru ibn Ash membebaskan Mesir dari kekuasaan Romawi. Adapun Utsman ibn Thalhah dan keturunannya kelak diberi kepercayaan oleh Rasul untuk memegang kunci Kakbah. Sampai hari ini, meskipun yang menguasai dan memelihara Kakbah silih berganti hingga Dinasti Saudi sekarang, kunci Kakbah tetap dipegang oleh keturunan Utsman ibn Thalhah dari Bani Syaibah.

Beberapa bulan sesudah Rasulullah saw. berumrah, kaum Quraisy melanggar perjanjian genjatan senjata sehingga pada 20 Ramadan 8 Hijriah (11 Januari 630) Rasulullah saw. beserta sepuluh ribu pasukan menaklukkan Makkah tanpa pertumpahan darah. Bahkan, Rasulullah saw. memberikan amnesti umum kepada warga Makkah yang dahulu memusuhi Muslimin. La tatsriba `alaykumu l-yaum. Yaghfiru l-Lahu lakum wa huwa arhamu r-rahimin (Tiada balas dendam bagimu hari ini. Semoga Allah mengampuni kalian dan Dia Paling Penyayang di antara para penyayang), demikian sabda Rasulullah saw. mengutip ucapan Nabi Yusuf a.s. yang tercantum dalam Surat Yusuf 92. Akibatnya, seluruh orang Quraisy masuk Islam. Turunlah Surat An-Nasr: "Tatkala datang pertolongan Allah dan kemenangan, engkau melihat manusia masuk kepada agama Allah berbondong-bondong. Sucikan dan pujilah Tuhanmu dan memohon ampunlah pada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat". Setelah menerima ayat ini, Rasulullah pada ruku dan sujud dalam salat mengucapkan Subhanaka llahumma rabbana wa bi hamdika, allahumma ghfirli (Maha Suci Engkau, Ya Allah, dan pujian bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah daku).

Dengan jatuhnya kota Makkah ke tangan umat Islam, Rasulullah saw. segera memerintahkan pemusnahan berhala-berhala di sekeliling Kakbah serta membersihkan ibadah haji dari unsur-unsur kemusyrikan dan mengembalikannya kepada syariat Nabi Ibrahim yang asli. Pada tahun 8 Hijriah itu Rasulullah saw. melakukan umrah dua kali, yaitu ketika menaklukkan Makkah serta ketika beliau pulang dari Perang Hunain. Ditambah dengan umrah tahun sebelumnya berarti Rasulullah saw. sempat melakukan umrah tiga kali, sebelum beliau mengerjakan ibadah haji tahun 10 Hijriah.

Pada bulan Zulhijah 9 Hijriah (Maret 631), Rasulullah saw. mengutus sahabat Abu Bakar Shiddiq untuk memimpin ibadah haji. Rasulullah sendiri tidak ikut lantaran kesibukan beliau dalam menghadapi Perang Tabuk melawan pasukan Romawi. Abu Bakar Shiddiq mendapat perintah untuk mengumumkan Dekrit Rasulullah, berdasarkan firman Allah dalam At-Taubah 28 yang baru diterima Nabi bahwa mulai tahun depan kaum musyrikin dilarang mendekati Masjid al-Haram dan menunaikan ibadah haji karena sesungguhnya mereka bukanlah penganut ajaran Nabi Ibrahim a.s.

Pada tahun 10 Hijriah (632 Masehi) Semenanjung Arabia telah dipersatukan di bawah kekuasaan Nabi Muhammad saw. yang berpusat di Madinah, dan seluruh penduduk telah memeluk agama Islam. Maka pada bulan Syawwal Rasulullah saw. mengumumkan bahwa beliau sendiri akan memimpin ibadah haji tahun itu. Berita ini disambut hangat oleh seluruh umat dari segala penjuru sebab mereka berkesempatan mendampingi Rasulullah dan menyaksikan setiap langkah beliau dalam melakukan manasik (tata cara) haji.

Rasulullah saw. berangkat dari Madinah sesudah salat Jumat tanggal 25 zulkaidah (21 Februari) mengendarai unta beliau yang bernama Al-Qashwa', dengan diikuti sekira 30.000 jemaah. Seluruh istri beliau ikut serta dan juga putri beliau yang saat itu masih hidup, Fatimah. Sesampai di Dzulhulaifah yang hanya belasan kilometer dari Madinah, Rasul dan rombongan singgah untuk istirahat dan mempersiapkan ihram. Di sini istri Abu Bakar Shiddiq, Asma', melahirkan putra yang diberi nama Muhammad dan Abu Bakar berniat mengembalikannya ke Madinah. Akan tetapi, Rasulullah mengatakan bahwa Asma' cukup mandi bersuci, memakai pembalut yang rapi, dan dapat melakukan seluruh manasik haji. Muhammad ibn Abi Bakar yang lahir di Dzulhulaifah itu kelak menjadi Gubernur Mesir pada masa Khalifah Ali ibn Abi Thalib (656-661).

Keesokan harinya, Sabtu 26 zulkaidah (22 Februari), setelah semuanya siap untuk berihram, Rasulullah saw. menaiki unta kembali, lalu bersama seluruh jemaah mengucapkan: Labbaik Allahumma Hajjan (Inilah saya, Ya Allah, untuk berhaji). Tidak ada seorang pun yang berniat umrah sebab menurut tradisi saat itu umrah hanya boleh di luar musim haji. Tiga cara haji (Tamattu`, Ifrad, Qiran) yang kita kenal sekarang baru diterapkan Rasulullah di Makkah delapan hari berikutnya. Rombongan menuju Makkah dengan tiada henti mengucapkan talbiyah. Pada hari Sabtu 3 Zulhijah (29 Februari), Rasul dan rombongan tiba di Sarif, 15 km di utara Makkah, kemudian beristirahat. Aisyah, istri Nabi, kedatangan masa haidnya sehingga dia menangis karena khawatir tidak dapat menunaikan haji. Rasulullah saw. menghiburnya, "Sesungguhnya haid itu ketentuan Allah untuk putri-putri Adam. Segeralah mandi dan engkau dapat melakukan semua manasik haji, kecuali thawaf sampai engkau suci."

Pada Ahad 4 Zulhijah (1 Maret) pagi, Rasulullah dan rombongan memasuki kota Makkah. Di sana sudah menunggu puluhan ribu umat yang datang dari berbagai penjuru, dan diperkirakan total jemaah haji mencapai lebih dari 100.000 orang. Rasulullah memasuki Masjid al-Haram melalui gerbang Banu Syaibah yang terletak di samping telaga Zamzam di belakang Maqam Ibrahim. Gerbang Banu Syaibah ini kelak populer dengan nama Babu s-Salam ('Pintu Kedamaian'). Perlu dijelaskan bahwa yang disebut Masjid al-Haram waktu itu adalah pelataran Kakbah tempat salat dan tawaf (secara harfiah, masjid artinya tempat sujud), sedangkan bangunan masjid baru dirintis pada masa Khalifah Umar ibn Khattab (634-644) dan mengalami perluasan dari zaman ke zaman sehingga akhirnya megah seperti sekarang.

Juga perlu dijelaskan bahwa Rasulullah tidak pernah memerintahkan masuk masjid harus dari gerbang Banu Syaibah atau Babu s-Salam. Beliau masuk pintu itu karena memang datang dari arah utara! Gerbang yang dimasuki Nabi itu kini tidak ada lagi. Ketika pada tahun 1957 Masjid al-Haram diperluas sehingga tempat sa`i termasuk Safa dan Marwah menjadi bagian masjid, pemerintah Arab Saudi membuat banyak pintu. Dua pintu di antaranya diberi nama Pintu Banu Syaibah dan Pintu Babu s-Salam. Sekarang banyak jemaah haji berusaha masuk Masjid al-Haram dari Pintu Babu s-Salam "made in Saudi" ini dengan anggapan melaksanakan Sunah Nabi!

Pada awal setiap putaran tawaf, jemaah haji disunahkan untuk memberikan penghormatan (istilam) kepada Hajar Aswad di pojok tenggara Kakbah. Rasulullah saw. memberikan empat cara istilam tersebut. Ketika umrah pertama kali tahun 7 Hijriah, beliau mengecup Hajar Aswad. Ketika penaklukan Makkah, beliau menyentuhkan ujung tongkat ke Hajar Aswad dari atas unta. Ketika umrah saat pulang dari Hunain, Hajar Aswad beliau usap dengan tangan kanan. Ketika beliau haji tahun 10 Hijriah, beliau hanya melambaikan tangan dari jauh ke arah Hajar Aswad. Cara yang terakhir ini sangat praktis dan mungkin paling afdal. Akan tetapi, kenyataannya banyak jemaah haji sekarang yang bersikut-sikutan untuk mengecup Hajar Aswad. Hanya karena penasaran, dia rela melakukan yang haram (menyakiti jemaah yang lain) untuk mengejar yang sunah!

Rasulullah saw. melakukan tawaf tujuh putaran. Ummu Salamah, salah satu istri beliau, bertawaf dengan ditandu sebab sedang sakit. Setiap melewati Rukun Yamani Rasulullah cuma mengusapnya dengan tangan. Antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad beliau mengucapkan doa paling populer: Rabbana atina fi d-dunya hasanah wa fi l-akhirati hasanah wa qina `adzaba n-nar (Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat serta peliharalah kami dari azab neraka). Setelah selesai tujuh putaran, beliau salat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim, kemudian pergi ke telaga Zamzam. Beliau minum air Zamzam dan membasahi kepala beliau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar