Nontoni
Bagian pertama dari rangkaian prosesi pernikahan adalah Nontoni. Proses
nontoni ini dilakukan oleh pihak keluarga pria. Tujuan dari nontoni
adalah untuk mengetahui status gadis yang akan dijodohkan dengan
anaknya, apakah masih legan (sendiri) atau telah memiliki pilihan
sendiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar jangan sampai terjadi
benturan dengan pihak lain yang juga menghendaki si gadis menjadi
menantunya. Bila dalam nontoni terdapat kecocokan dan juga mendapat
‘lampu hijau’ dari pihak gadis, tahap berikutnya akan dilaksanakan
panembung.
Panembung
Panembung dapat diartikan sebagai melamar. Dalam melamar seorang gadis
yang akan dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri oleh pihak pria
disertai keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan
kepada sesepuh atau orang yang dipercaya disertai beberapa orang teman
sebagai saksi. Setelah pihak pria menyampaikan maksud kedatangannya,
orangtua gadis tidak langsung menjawab boleh atau tidak putrinya
diperistri. Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang disampaikan kepada
keluarga laki-laki akan ditanyakan dahulu kepada sang putrid. Untuk itu
pihak pria dimohon bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat
tidak mendahului kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga
agar taj menurunkan wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan
meminta waktu untuk memberikan jawaban sekitar sepasar atau 5 hari.
Paningset
Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang melamarnya, maka
jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria, sekaligus
memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan
agar kedua keluarga bisa menentukan hari baik untuk mewujudkan rencana
pernikahan. Pada saat itu, orangtua pihak pria akan membuat ikatan
pembicaraan lamaran dengan pasrah paningset (sarana pengikat
perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin pria kepada
pihak calon pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum
pernikahan. Namun belakangan, dengan alasan kepraktisan, acara
srah-srahan paningset sering digabungkan bersamaan dengan upacara
midodareni.
Ubarampe (perlengkapan) paningset yang diserahkan orang tua pihak pria keluarga perempuan berupa:
* Paningset utama
* Abon – abon paningset
* Pengiring paningset
* Sesaji Pelengkap paningset
Paningset utama
1) KAIN BATHIK TRUNTUM
Berupa latar hitam dengan tebaran bunga-bunga tanjung yang
melambangkan bintang pada malam hari. Maknanya bahwa kehidupan manusia
tidak akan lepas dari dua sisi kehidupan, seperti terang-gelap,
suka-duka, kaya-miskin, dan seterusnya. Apabila sedan mendapat pepeteng
(cobaan), kiranya segera mendapat pepadhang, bagai bintang dimalam hari.
2) CINCIN
Cincin dua buah berbentuk ‘lus seser’ yang tidak ada ujung
pangkalnya. Diibaratkan cinta kasih kedua insan ini akan selalu mengikat
tiada berakhir selamanya, selain hanya dalam kuasa Tuhan.
3) KASEMEKAN (BRA)
Kasemakan adalah penutup dada. Ubarampe (perangkat) ini menunjukkan
makna sebagai penutup ‘teleng tedhane jabang bayi’. Yang artinya
payudara. Inilah symbol perilaku kesusilaan, maksudnya jalan yang akan
ditempuh dalam menjodohkan anak adalah dengan tata susila.
4) STAGEN
Stagen adalah kain tenunan selebar 12 cm dan panjangnya 4 hingga 4,5 m
dari benang lawe besar, untuk mengikat saat mengenakan kain bathik.
Makna stagen sebagai paningset dalam tradisi adalah mengikat kesepakatan
yang telah dicapai dalam menjodohkan anak. Stagen mempunyai arti
paningset yang juga diambil maknanya sebagai ‘bebakalaning sandhang’
(wujud benang lawe) atau cikal bahan sandang yang diharapkan dalam
perkawinannya nanti semoga kuat dalam ‘nandhang saliring lelampahan’
)kuat dalam menjalani segala kondisi dalam berumah tangga).
5) KAIN SINDUR
Kain sindur adalah sejenis kain ‘rimong’ atau selendang yang berwarna
merah dan putih. Warna merah melambangkan wanita dan putih melambangkan
pria yang diharapkan bisa mneytau melanjutkan keturunan.
Abon – abon paningset
1) JERUK GULUNG ATAU JERUK BALI
Merupakan perlambang dalam berbesanan dan juga bagi pengantin.
Maksudnya adalah mereka sudah siap mejalankan kewajiban sesuai dengan
kedudukannya dan sudah dipikirkan secara mendalam.
2) NASI GOLONG
Nasi yang dibentuk menjadi bulatan. Yang diperlukan adalah sebanyak
dua buah. Nasi golong menggambarkan tekad yang sudah ‘golong-gilik’
dalam menjodohkan anak dengan penuh rasa tanggung jawab.
3) TEBU WULUNG
Tebu wulung adalah tebu yang berwarna merah tua. Tebu itu
melambangkan sumber rasa manis. Hal ini menjadi harapan cita-cita
bahwa di dalam kehidupan berkeluarga nanti akan selalu mendapatkan
kehidupan yang serba manis.
4) PISANG AYU DAN SURUH AYU
Ubarampe ini berupa pisang raja setangkep. Pisang raja dipilih karena
raja adalah seorang yang berkedudukan tinggi dan luhur. Harapan nya,
pasangan ini kelak bisa mencapai kedudukan yang tinggi. Sedangkan makna
suruh ayu adalah kelak kerukunan dan kebersamaan akan selalu ada dalam
mengarungi kehidupan berkeluarga. Hal ini tercermin dari sifat daun
suruh, yang meski permukaan atas dan bawahnya berbeda namun jika digigit
rasanaya akan sama.
Pangiring paningset
Pengiring ini merupakan kelengkapan sari ubarampe yang baku. Bentuk dari
pangiring paningset ini adalah hasil bumi maupun barang kebutuhan
wanita.
Sesaji pelengkap paningset
1) Sepasang angsa atau ayam hidup, agar jodoh kedua mempelai abadi.
2) Dua buah kelapa gading atau kelapa cengkir (muda), sebagai perlambang ketajaman pikiran.
3) Dua batang tebu wulung, sebagai simbol keteguhan hati.
4) Bahan-bahan jamu, misalnya : jahe. Kunyit, kencur, empon-empon, sebagai simbol kesehatan bagi kedua mempelai.
PELAKSANAAN PERKAWINAN
Pelaksanaan pernikahan di Solo mempunyai tatanan yang memuat pokok-pokok tradisi Jawa sebagai berikut :
1. SOWAN LUHUR
Maksudnya adalah meminta doa restu dari para sesepuh dan piyagung serta melakukan ziarah kubur ke tempat leluhurnya.
2. WILUJENGAN
Merupakan ritual sebagai wujud permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa
supaya dalam melaksanakan hajat diberi keselamatan dan dijauhkan dari
segala halangan. Dalam wilujengan ini memakai sarat berupa makanan
dengan lauk-pauk, seperti ‘sekul wuduk’ dan ‘sekul golong’ beserta
ingkung (ayam utuh). Dalam wilujengan ini semua sarat ubarampe enak
dimakan oleh manusia.
3. PASANG TARUB
Merupakan tradisi membuat ‘bleketepe’ atau anyaman daun kelapa untuk
dijadikan atap atau peneduh resepsi manton. Tatacara ini mengambil
‘wewarah’ atau ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja
Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi Nawangsih dengan
Raden Bondan Kejawan, Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman daun kelapa.
Hal itu dilakukan dkarena rumah Ki Ageng uang kecil tidak dapat memuat
semua tamu, sehingga tamu yang diluar diteduhi dengan ‘payon’ itu ruang
yang dipergunakan untuk para tamu Agung yang luas dan dapat menampung
seluruh tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu disebut ‘tarub’,
berasal dari nama orang yang pertama membuatnya. Tatacara memasang tarub
adalah bapak naik tangga sedangkan ibu memegangi tangga sambil membantu
memberikan ‘bleketepe’ (anyaman daun kelapa). Tatacara ini menjadi
perlambang gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga.
4. PASANG TUWUHAN
Tuwuhan mengandung arti suatu harapan kepada anak yang dijodohkan
dapat memperoleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga.
Tuwuhan terdiri dari :
A. Pohon pisang raja yang buahnya sudah masuk
Maksud dipilih pisang yang sudah masak adalah diharapkan pasangan
yang akan menikah telah mempunyai pemikiran dewasa atau telah masak.
Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang
akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan
seperti raja.
B. Tebu wulung
Tebu wulung berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing memanis atau
sumber manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan
makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki
jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang
selalu bertindak dengan ‘kewicaksanaan’ atau kebijakan.
C. Cengkir gadhing
Merupakan symbol dari kandungan tempat si jabang bayi atau lambing keturunan.
D. Daun randu dari pari sewuli
Randu melambangkan sandang, sedangkan pari melambangkan pangan.
Sehinggahal itu bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang
dan pangannya.
E. Godhong apa-apa (bermacam-macam dedaunan)
Seperti daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan agar terbebas dari segala halangan.
5. SIRAMAN DAN SADE DAWET (DODOL DAWET)
Peralatan yang dipaka untuk siraman adalah sekar manca warna yang
dimasukkan ke dalam jembangan, kelapa yang dibelah untuk gayung mandi,
serta jajan pasar, dan tumpeng robyong. Air yang dipergunakan dalam
siraman ini diambil dari tujuh sumber air, atau air tempuran. Orang yang
menyiram berjumlah 9 orang sesepuh termasuk ayah. Jumlah sembilan
tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk mengenang keluhuran Wali
Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dan Islam. Selain itu angka
sembilan juga bermakna ‘babakan hawa sanga’ yang harus dikendalikan.
Pelaksanaan tradisi ini
Masing-masing sesepuh melaksanakan siraman sebanyak tiga kali dengan
gayung yang terbuat dari tempurung kelapa yang diakhiri siraman oleh
ayah mempelai wanita. Setelah itu bapak mempelai wanita memecah
klenthing atau kendhi, sambil berucap ‘ora mecah kendhi nanging mecah
pamore anakku’.
Seusaii siraman calon pengantin wanita dibopong (digendong) oleh ayah
ibu menuju kamar pengantin. Selanjutnya sang Ayah menggunting tigas
rikmo (sebagian rambut di tengkuk) calon pengantin wanita. Potongan
rambut tersebut diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam cepuk
(tempat perhiasan), lalu ditanam di halaman rumah. Upacara ini bermakna
membuang hal-hal kotor dari calon pengantin wanita. Kemudian rambut
calon pengantin wanita. Kemudian rambut calon pengantin wanita
dikeringkan sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya
‘dihalubi-halubi’ atau dibuat cengkorong paes. Selanjutnya rambut dirias
dengan ukel konde tanpa perhiasan, dan tanpa bunga.
Dodol Dawet
Pada saat calon pengantin dibuat cengkorong paes itu, kedua orangtua
menjalankan tatacara ‘dodol dawet’ (menjual dawet). Disamping dawet itu
sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar
merupakan lambing kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan anak.
Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan
‘kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan bahwa
kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu,
sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan
kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah
sebagai suami istri , harus saling membantu.
6. SENGKERAN
Setelah calon pengantin wanita ‘dihaluh-halubi’ atau dibuat
cengkorong paes lalu ‘disengker’ atau dipingit. Artinya tidak boleh
keluar dari halaman rumah.
Hal ini untuk menjaga keselamatannya. Pemingitan ini dulu dilakukan
selama seminggu, atau minimal 3 hari. Yang mana dalam masa ini, calon
pengantin putri setiap malam dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai
bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam menjalani kehidupan dan
mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga.
7. MIDODARENI ATAU MAJEMUKAN
Malam menjelang dilaksanakan ijab dan panggih disebur malam
midodareni. Midodareni berasal dari kata widodari. Masyarakat Jawa
tradisional percaya bahwa pada malam tersebut, para bidadari dari
kayangan akan turun ke bumi dan bertandang ke kediaman calon pengantin
wanita, untuk menyempurnakan dan mepercantik pengantin wanita.
Prosesi yang dilaksanakan pada malam midodareni
A. Jonggolan
Datangnya calon pengantin ke tempat calon mertua. ‘Njonggol’
diartikan sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa
dirinya dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk
menikahi putri mereka. Selama berada di rumah calon pengantin wanita,
calon pengantin pria menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih.
B. Tantingan
Kedua orangtua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar,
menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon pengantin
wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan sepenuhnya kepada
orangtua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk mencarikan
‘kembar mayang’ sebagai isyarat perkawinan.
C. Turunnya Kembar Mayang
Turunnya kembar mayang merupakan saat sepasang kembar mayang dibuat.
Kembar mayang ini milik para dewa yang menjadi persyaratan, yaitu
sebagai sarana calon pengantin perempuan berumah tangga. Dalam
kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya dipinjam dari dewa, sehingga
apabila sudah selesai dikembalikan lagi ke bumi atau dilabuh melalui
air. Dua kembar mayang tersebut dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru.
Dewandaru mempunyai arti wahyu pengayoman. Maknanya adalah agar
pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir dan batin kepada
keluarganya. Sedangkan Kalpandaru, berasal dari kata kalpa yang artinya
langgeng dan daru yang berarti wahyu. Maksudnya adalah wahyu
kelanggengan, yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.
D. Wilujengan Majemukan
Wilujengan Majemukan adalah silahturahmi antara keluarga calon
pengantin pria dan wanita yang bermakna kerelaan kedua pihak untuk
saling berbesanan. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyerahkan
angsul-angsul atau oleh-oleh berupa makanan untuk dibawa pulang kepada
ibu calon pengantin pria. Sesaat sebelum rombongan pulang, orang tua
calon pengantin wanita memberikan kepada calon pengantin pria.
8. IJAB PANIKAH
Pelaksanaan ijab panikah ini mengacu pada agama yang dianut oleh
pengantin. Dalam tata cara Keraton, saat ijab panikah dilaksanakan oleh
penghulu, tempat duduk penghulu maupun mempelai diatur sebagai berikut :
· Pengantin laki-laki menghadap barat
· Naib di sebelah barat menghadap timur
· Wali menghadap ke selatan, dan para saksi bisa menyesuaikan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar