Senin, 10 Juni 2013

Bulan sya'ban


Mengapa Dinamakan Bulan Sya’ban




Sudah sepatutnya setiap muslim mengetahui jumlah dan nama-nama bulan dalam Islam, dari bulan Muharram sampai dengan bulan Dzulhijjah. Alhamdulillah, sebahagian mereka telah mengetahui bahwa bulan Ramadhan itu berada di urutan kesembilan dalam bulan Islam dan Sya’ban bulan kedelapan. Oleh sebab itu, sebelum kita memasuki gerbang bulan Ramadhan, kita mesti melewati dan menjalani bulan Sya’ban ini terlebih dahulu.

Namun apakah mereka mengetahui kenapa bulan Sya’ban itu dinamakan Sya’ban?.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dalam tafsir beliau, “As-Sakhowiy rahimahullah mengatakan bahwa Sya’ban berasal dari berpencar atau berpisahnya para kabilah Arab untuk berperang, mereka lalu berkumpul pada dua atau lebih regu pasukan.” (Tafsir al-Qur’an al-Azhim: II/ 432, Cetakan Dar al-Fikr tahun1412H/ 1992M)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolaniy rahimahullah berkata, “Bulan Sya’ban disebut Sya’ban karena pada bulan tersebut para kabilah Arab saling berpencar untuk mencari air atau untuk melakukan penyerbuan kepada kabilah yang lain setelah mereka keluar dari bulan Rajab (yang diharamkan untuk berperang di dalamnya). Dan yang tujuan untuk berperang inilah yang lebih mendekati kebenaran dari tujuan yang pertama (untuk mencari air).” (Fat-h al-Bariy: IV/ 213).

SYA’BAN ADALAH PINTU GERBANG RAMADHAN

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh ampunan dari Allah ta’ala dan keberkahan, bagi orang yang dapat memanfaatkan bulan itu untuk mengerjakan berbagai jenis ibadah yang disyariatkan. Karena di bulan itulah alqur’an diturunkan, diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh, dianjurkan untuk giat bersedekah karena Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam pada bulan itu lebih dermawan daripada di bulan-bulan lainnya, ditegakkan sholat tarawih berjamaah, dianjurkan untuk membaca alqur’an, mentadarusi dan mentadabburinya, ifthar jama’iy (buka puasa bersama), dan lain sebagainya.

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu,” [HR al-Bukhoriy: 1901, 2014, Muslim: 760, Ibnu Majah: 1641, 1326 dan at-Turmudziy: 683. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. (Shahih Sunan Ibnu Majah: 1091, 1330, Shahih Sunan at-Turmudziy: 550, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 982).

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Terdapat penjelasan keutamaan bulan Ramadhan dan ketinggian kedudukannya. Bahwasanya bulan itu adalah bulan (diwajibkannya) berpuasa. Maka barangsiapa yang berpuasa (pada bulan itu) maka akan diampuni kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya meskipun sebanyak buih lautan,” (Bahjah an-Nazhirin: II/ 362).

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Apabila seseorang berpuasa lantaran iman kepada Allah dan dalam rangka mencari pahala Allah, maka Allah ta’ala akan mengampuni dosanya yang telah lalu,” (Syar-h Riyadl ash-Shalihin: III/ 486.)

Maka untuk mencapai ampunan yang Allah Subhanahu wa ta’ala janjikan maka diperlukan kesungguhan, persiapan dan latihan terlebih dahulu di bulan Sya’ban. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mencontohkan dengan banyak melakukan ibadah puasa di bulan Sya’ban sebagai persiapan dan latihan untuk memasuki bulan Ramadhan.

Dan bulan Sya’ban ibaratnya adalah pintu gerbang yang mesti dilalui oleh setiap muslim dalam keadaan telah siap menunaikan berbagai anjuran yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Dahulu beliau berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” [HR al-Bukhoriy: 1970, Muslim: 1156 (176) dan at-Turmudziy: 736, 737]. (Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 966 dan Shahih Sunan at-Turmudziy: 588, 589.).

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Terdapat dalil akan keutamaan berpuasa pada bulan Sya’ban. Puasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam itu boleh diteladani oleh orang yang mampu (berpuasa) selama ia sanggup, adapun orang dikhawatirkan payah atau puasanya itu berpengaruh (buruk) pada bulan Ramadhan maka dimakruhkan untuk berpuasa baginya setelah pertengahan bulan Sya’ban,” (Bahjah an-Nazhirin: II/ 381.) Oleh karena itu, tanpa persiapan yang matang sebelumnya, seseorang bisa jadi akan melewatkan bulan Ramadhan sebagaimana bulan-bulan lainnya tanpa faidah, tanpa nilai dan tanpa mashlahat sedikitpun apalagi jika dosa-dosanyapun tersebut tidak diampuni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar