PEMBAHASAN
A. Proses Masuknya Islam di Asia
Tenggara
Islam masuk ke
Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal
ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui
penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai,
terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat
Asia Tenggara.
Mengenai
kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya
didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para
pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan.
Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat
persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin
hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang
dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada
warga sekitar pesisir.
Penetrasi Islam di Asia Tenggara
dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap pertama dimulai dengan
kedatangan Islam yang kemudian diikuti dengan kemerosotandan akhirnya keruntuhan Kerajaan Majapahit pada
sekitar abad 14-15
2. Tahap ke dua adalah sejak datangnya
dan kemudian mapannya kekuasaan kolonialisme Barat sampai awal abad ke 19
3. Tahap ketiga adalah pada permulaan
abad 20 terjadi “liberalisasi” sebagai kebijakan pemerintah kolonial
Islam pada umumnya disebarkan secara
damai (penetration pacifique). Melalui perantara pedagang-pedagang Muslim dari
Dunia Timur. Islamisasi mengalami kendala karena masyarakat-masyarakat yang
telah lama dipengaruhi oleh askestisme Hindu-Budha dan sinkretisme penduduk
lokal. Selain itu, juga bersaing dengan kehadiran para misionaris Kristen di
Barat.
Pada perkembangannya Islam mampu
menjadi agama mayoritas di Asia Tenggara. Banyak faktor yang menerangkan
tentang hal tersebut, antara lain :
Pertama, pedagang Muslim asing yang datang
ke Asia Tenggara memperkenalkan Islam guna mendapatkan keunggulan ekonomi dan
politik di kalangan masyarakat pribumi. Para pedagang Muslim memperkenalkan
ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai perdagangan dan mengambil keuntungan
ekonomi secara maksimal sehingga mampu membatasi adanya pilihan terhadap
agama-agama lain.
Bangsa Barat datang dengan membawa
agama Kristen. Namun Kristen tidak begitu berkembang di Nusantara tapi justru
Islam-lah yang berkembang pesat karena penyebaran Islam tidak dihalangi oleh
pemerintah colonial dan mereka juga tidak memaksakan agama Kristen kepada
penduduk setempat. Kehadiran kolonis merangsang terjadinya proses Islamisasi
dan intensifikasi lebih lanjut di kawasan ini. Identifikasi kolonis sebagai
penjajah kafir, menjadikan Islam sebagai wadah integrative masyarakat pribumi
yang saat itu terbelah oleh berbagai faktor sosial dan cultural dalam
menghadapi penjajah Barat. Kepercayaan nenek moyang atau system tradisional
lainnya tidak mampu tampil sebagai alternative identifikasi dan mekanisme
pertahanan diri di tengah meningkatnya bahaya dan sewenag-wenangan kolonisme
Barat, kecuali Jawa yang pernah jadi pusat kekuasaan politik Hindu-Budha yang
sudah diinternalisasikan dengan kebudayaan Jawa, maka tidak ada wilayah lain di
Asia Tenggara yang mendalam dipenetrasi oleh Hindu-Budha. Ketentuan-ketentuan
universal-transendetal Hindu tidak pernah berlaku, di Jawa sekalipun. Sistem
adat atau tradisi pribumi yang sangat bersifat lokal, partikularistik dan
divisive, sehingga tidak bisa tiharapkan tampil menjadi faktor integrative.
Kedua, adanya kesamaan bentuk Islam yang
pertama kali datang ke Indonesia dengan sifat mistik dan sinkretisme kebudayaan
nenek moyang setempat. Islam tasawwuf diterima oleh penduduk pribumi sehingga
Islam mampu hidup berdampingan secara damai dengan kepercayaan nenek moyang
Jawa. Muncul kaum santri, abangan dan priyayi.
Ketiga, teori lain menurut ahli-ahli
Kristen. Sifat Islam yang sederhana mengandung unsure-unsur perkauman
(tribalisme) yang menyebabkan Islam mudah dan cepat berkembang di kalangan
masyarakat yang memiliki system kepercayaan dan tradisi yang tidak canggih.
Kesederhanaan Islam cukup dengan membaca dua kalimat shahadah. Tapi Islam bukan
sekedar shahadah tetapi banyak mengandung banyak ajaran lain yang menyangkut
segala aspek kehidupan. Seperti yang diungkapkan oleh Snouck Hourgonje bahwa
Islam tidak sesederhana itu karena perkembangan Islam di Timur Tengah sendiri
diwarnai dengan Liberalisme.
Proses Islamisasi dan intensifikasi
ke-Islaman banyak dipengaruhi oleh situasi dan faktor-faktor local yang
menyebabkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam tingkat penetrasi Islam di
kawasan Asia Tenggara yang berakibat perbedaan pandangan, penghaytan, dan
pengamalan Islam oleh penganutnya. Islamisasi dan intensifikasi merupakan
proses konversi kepada Islam dan peningkatan kesadaran serta upaya untuk
memahami dan mengamalkan Islam sesuai dengan doktrin-doktrin yang sebenarnya,
yang bersih dari bid’ah dan percampuran dengan unsure-unsur non Islam lainnya.
Proses ini disebut sebagai kembali kepada Al-Quran dan Hadits.
Pembentukan kebudayaan dan tatanan
politik Islam di dunia dapat berkembang karena adanya tasawwuf. Proses
internasionalisasi Islam tasawwuf tidaklah berjalan sendiri, karena diperlukan
adanya keterikatan tasawwuf kepada shari’ah secara sufistik.
CARA- CARA MASUKNYA ISLAM
Menurut Uka
Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada
enam, yaitu:
1. Saluran perdagangan
Pada taraf
permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan
lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang
Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari
negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi
melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan
turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan
saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari
luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu
menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa
yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa
banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang
sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng
Muslim.
Perkembangan
selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di
tempat-tempat tinggalnya.
2. Saluran perkawinan
Dari sudut
ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada
kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan,
tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka
diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan
mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan
Muslim.
Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan
bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur
perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan
anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau
bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang
terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung
Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai
keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain.
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat.
Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai
persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli
tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran
Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan
Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran prendidikan
Islamisasi juga
dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan
oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon
ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari
pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat
tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden
rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini
banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam.
5. Saluran kesenian
Saluran
Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan
wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita
wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita
itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni
bangunan dan seni ukir.
6. Saluran politik
Di Maluku dan
Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam
terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di
daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia
Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi
kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik
penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.
Untuk lebih
memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3
teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang
sebenarnya:
a. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di
beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang
kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga
penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman
lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok
pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha
menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing
menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir
tersebut menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan
mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan
beberapa lmperium wilayah tengah Jawa.
b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan
para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan
politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum
pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu
mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan
keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian
dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan
kultur daerah setempat.
c. Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan
elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi
kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan
bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang
lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi
semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah
dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi
penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi
pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya
merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting.
B. Penyebaran Islam di Asia
Tenggara dan Indonesia
Sejak abad
pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan
internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia
Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional
yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu
kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu
China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan
Dinasti Umayyah (660-749).
Mulai abad ke-7
dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta
dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang,
telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama,
bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga
dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin
Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam
sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut
masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi).
Karena itu,
sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di
negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW
sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan
ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus
melakukan penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah
datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China
Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah
Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut
sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan
munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran
melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan
dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan
perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671.
Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di
Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa
Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat
untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari sumber
tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang
dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud dengan Ta-Shih adalah
Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara
sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam.
Terdapat
perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta Shih. Ada
yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau di Palembang.
Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu.
Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian
Barat Asia Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari
Hikayat Dinasti Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan
orang Ta-Shih dan Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo)
untuk membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899).
Setelah
melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan Po-Se
menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta
perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa
orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan
kegiatan politik dan perlawanan terhadap penguasa China. Ada beberapa pendapat
dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia :
1. Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7
M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah
mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama
Islam masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara.
2. Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M.
Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh
(kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga)
untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di
Jawa.
3. Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama
Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan
sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M.
4. Seminar tentang masuknya Islam ke
Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam
masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama
yang didatangi ialah pasisir Sumatera.
Sedangkan
perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaankerajaan Islam
di bagi menjadi tiga fase, antara lain :
a.
Singgahnya pedagang-pedagang
Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri,
terutama Cina;
b.
Adanya komunitas-komunitas Islam
di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita
asing juga makam-makam Islam;
c.
Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah,
1991:39).
C. Perkembangan Keagamaan dan
Peradaban
Sebagaimana
telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak
terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh
mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan
budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam
dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan.
Namun dari
masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari
kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan
tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam
melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca
al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar
huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao.
Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa
Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara
dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting
bagi pemersatu seluruh wilayah itu.
Sejumlah karya
bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan.
Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul
sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari
sejumlah penjuru wilayah ini.
System
pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau
Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti
pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan
dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran
Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung.
Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual,
psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin.
Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras.
Di bawah
bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan
ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini.
Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan
hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada
keunggulan lslam, pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk
dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi
Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam
muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka.
Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga
melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang
telah di Islamkan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Studi mengenai Islam di Asia Tenggara mempunyai
sumber-sumber histiriografi sejarah awal Islam di kawasan ini tidak terlalu
dapat dijadikan pegangan, walaupun begitu tidak dapat diabaikan sama sekali.
Secara keseluruhan catatan-catatan mengenai Islamisasi di Asia Tenggara yang
terdapat pada literature dan tradisi Melayu serta Indonedia tidak terlalu
banyak dipercaya walaupun terdapat semacam keseragaman tentang catatan-catatan
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar